Duduk Sejenak

Sekedar Ingin mendokumentasikan saat - saat yang berharga, dan merasakan waktu itu begitu berharga

Thursday, June 22, 2006

Betapa Kami Ingin Mencintaimu

Alkisah Sofyan Sauri, seorang ulama besar di kota Mekah.
Suatu hari ia melihat seorang pemuda sedang tawaf di mengelilingi ka'bah, sambil terus melafadz-kan "Subhanallah Walhamdulillah Wala illaha illallah, Allahuma Sholli ala Muhammad ......." berulang ulang tak henti - hentinya, dan tak kenal lelah.
Kemudian Sofyan Sauri bertanya, " Hai pemuda, kenapa kau melakukan itu ?"
Pemuda itu menjawab, " Siapakah engkau ? "
"Aku Sofyan Sauri"
"Ya, aku telah mendengar nama besar anda, andai saja bukan engkau, aku tak akan menceritakannya padamu".

Beberapa tahun yang lalu, aku menemani ayahku haji, namun belum sempat hajinya nya tertunaikan, ayahku meninggal dunia. Aku sedih dan menangis terus menerus, hingga akhirnya aku tertidur di dekat jenazah ayahku.
Kemudian aku bermimpi, ada seorang laki - laki berbaju putih dan sangat tampan mendekati jenazah ayahku dan membuka penutup mukanya. Kemudian dia mengusap wajah ayahku, dan seketika wajah ayahku menjadi putih bersih. Setelah itu lelaki itu pergi. Aku berlari mengejarnya sambil berteriak " Hai engkau lelaki, siapakah engkau ?". Lelaki itu menjawab " Tidakkah kau mengenal diriku ?, aku Muhammad "
" Apa yang kau lakukan pada ayahku ? "
Rasulullah menjawab " Ayahmu banyak sekali dosanya, tapi ada satu kelebihan ayahmu, dia begitu mencintai aku, dia tak pernah lelah mengirimkan sholawat padaku, berjuang menegakan agama Allah, dan berusaha untuk mengamalkan sunnahku. Betapa aku berkewajiban untuk memberi syafa'at padanya ".

Kemudian pemuda itu terbangun dari tidurnya, dan berlari menuju jenazah ayahnya, dan dia membuka penutup wajahnya, dan melihat wajah sang ayah begitu putih dan bersih.
Subhanallah ....

* Ya Rasulullah, betapa kami mencintaimu ... dan selalu mengirimkan shalawat padamu *
* Rabb, berilah hamba kekuatan untuk selalu berjuang di jalan yang Engkau sukai, dan berilah hamba kekuatan untuk dapat mencintai kekasih-Mu dengan setulus hatiku....... "

* Inspirasi dari SMPN 44 Bandung. Masa kalah sama anak SMP, bersholawat tiap hari dan dapat meneteskan air mata .... Malu dong .... "

Friday, June 16, 2006

I Cried for My Brother Six Times

Penulis artikel di bawah ini bernama Tai Meng. Wanita ini dari Cina yang meneruskan sekolahnya di Kanada. Dia penerima beasiswa Gordon Shrum sebesar $20,000 untuk karya penulisan.

Lewat tulisannya ini, saya mengajak Anda belajar tentang pengorbanan, disiplin, cinta, kerja keras, karakter bangsa, dan pelajaran tentang jalan terjal bagi orang-orang yang menempuh cita-cita. Maaf, kalau agak panjang. Selamat Menikmati.

=====================

Aku dilahirkan di sebuah dusun pegunungan yang sangat terpencil. Hari demi hari, orang tuaku membajak tanah kering kuning, dan punggung mereka menghadap ke langit. Aku mempunyai seorang adik, tiga tahun lebih muda dariku.

Suatu ketika, untuk membeli sebuah sapu tangan yang mana semua gadis di sekelilingku kelihatannya membawanya, Aku mencuri lima puluh sen dari laci ayahku. Ayah segera menyadarinya. Beliau membuat adikku dan aku berlutut di depan tembok, dengan sebuah tongkat bambu di tangannya.
"Siapa yang mencuri uang itu?" Beliau bertanya.
Aku terpaku, terlalu takut untuk berbicara. Ayah tidak mendengar siapa pun mengaku, jadi Beliau mengatakan,
"Baiklah, kalau begitu, kalian berdua layak dipukul!"
Dia mengangkat tongkat bambu itu tingi-tinggi. Tiba-tiba, adikku mencengkeram tangannya dan berkata, "Ayah, aku yang melakukannya!"

Tongkat panjang itu menghantam punggung adikku bertubi-tubi. Ayah begitu marahnya sehingga ia terus menerus mencambukinya sampai Beliau kehabisan nafas. Sesudahnya, Beliau duduk di atas ranjang batu bata kami dan memarahi, "Kamu sudah belajar mencuri dari rumah sekarang, hal memalukan apa lagi yang akan kamu lakukan di masa mendatang? ... Kamu layak dipukul sampai mati! Kamu pencuri tidak tahu malu!"

Malam itu, ibu dan aku memeluk adikku dalam pelukan kami. Tubuhnya penuh dengan luka, tetapi ia tidak menitikkan air mata setetes pun. Di pertengahan malam itu, saya tiba-tiba mulai menangis meraung-raung. Adikku menutup mulutku dengan tangan kecilnya dan berkata, "Kak, jangan menangis lagi sekarang. Semuanya sudah terjadi."

Aku masih selalu membenci diriku karena tidak memiliki cukup keberanian untuk maju mengaku. Bertahun-tahun telah lewat, tapi insiden tersebut masih kelihatan seperti baru kemarin. Aku tidak pernah akan lupa tampang adikku ketika ia melindungiku. Waktu itu, adikku berusia 8 tahun. Aku berusia 11.

Ketika adikku berada pada tahun terakhirnya di SMP, ia lulus untuk masuk ke SMA di pusat kabupaten. Pada saat yang sama, saya diterima untuk masuk ke sebuah universitas propinsi. Malam itu, ayah berjongkok di halaman, menghisap rokok tembakaunya, bungkus demi bungkus. Saya mendengarnya memberengut, "Kedua anak kita memberikan hasil yang begitu baik...hasil yang begitu baik..." Ibu mengusap air matanya yang mengalir dan menghela nafas, "Apa gunanya? Bagaimana mungkin kita bisa membiayai keduanya sekaligus?"

Saat itu juga, adikku berjalan keluar ke hadapan ayah dan berkata, "Ayah, saya tidak mau melanjutkan sekolah lagi, telah cukup membaca banyak buku." Ayah mengayunkan tangannya dan memukul adikku pada wajahnya. "Mengapa kau mempunyai jiwa yang begitu keparat lemahnya? Bahkan jika berarti saya mesti mengemis di jalanan saya akan menyekolahkan kamu berdua sampai selesai!" Dan begitu kemudian ia mengetuk setiap rumah di dusun itu untuk meminjam uang. Aku menjulurkan tanganku selembut yang aku bisa ke muka adikku yang membengkak, dan berkata, "Seorang anak laki-laki harus meneruskan sekolahnya; kalau tidak ia tidak akan pernah meninggalkan jurang kemiskinan ini." Aku, sebaliknya, telah memutuskan untuk tidak lagi meneruskan ke universitas.

Siapa sangka keesokan harinya, sebelum subuh datang, adikku meninggalkan rumah dengan beberapa helai pakaian lusuh dan sedikit kacang yang sudah mengering. Dia menyelinap ke samping ranjangku dan meninggalkan secarik kertas di atas bantalku: "Kak, masuk ke universitas tidaklah mudah. Saya akan pergi mencari kerja dan mengirimu uang."

Aku memegang kertas tersebut di atas tempat tidurku, dan menangis dengan air mata bercucuran sampai suaraku hilang. Tahun itu, adikku berusia 17 tahun. Aku 20.

Dengan uang yang ayahku pinjam dari seluruh dusun, dan uang yang adikku hasilkan dari mengangkut semen pada punggungnya di lokasi konstruksi, aku akhirnya sampai ke tahun ketiga (di universitas). Suatu hari, aku sedang belajar di kamarku, ketika teman sekamarku masuk dan memberitahukan, "Ada seorang penduduk dusun menunggumu di luar sana!"

Mengapa ada seorang penduduk dusun mencariku? Aku berjalan keluar, dan melihat adikku dari jauh, seluruh badannya kotor tertutup debu semen dan pasir. Aku menanyakannya, "Mengapa kamu tidak bilang pada teman sekamarku kamu adalah adikku?" Dia menjawab, tersenyum, "Lihat bagaimana penampilanku. Apa yang akan mereka pikir jika mereka tahu saya adalah adikmu? Apa mereka tidak akan menertawakanmu?"

Aku merasa terenyuh, dan air mata memenuhi mataku. Aku menyapu debu-debu dari adikku semuanya, dan tersekat-sekat dalam kata-kataku, "Aku tidak perduli omongan siapa pun! Kamu adalah adikku apa pun juga! Kamu adalah adikku bagaimana pun penampilanmu..."

Dari sakunya, ia mengeluarkan sebuah jepit rambut berbentuk kupu-kupu. Ia memakaikannya kepadaku, dan terus menjelaskan, "Saya melihat semua gadis kota memakainya. Jadi saya pikir kamu juga harus memiliki satu." Aku tidak dapat menahan diri lebih lama lagi. Aku menarik adikku ke dalam pelukanku dan menangis dan menangis. Tahun itu, ia berusia 20. Aku 23.

Kali pertama aku membawa pacarku ke rumah, kaca jendela yang pecah telah diganti, dan kelihatan bersih di mana-mana. Setelah pacarku pulang, aku menari seperti gadis kecil di depan ibuku. "Bu, ibu tidak perlu menghabiskan begitu banyak waktu untuk membersihkan rumah kita!" Tetapi katanya, sambil tersenyum, "Itu adalah adikmu yang pulang awal untuk membersihkan rumah ini. Tidakkah kamu melihat luka pada tangannya? Ia terluka ketika memasang kaca jendela baru itu.."

Aku masuk ke dalam ruangan kecil adikku. Melihat mukanya yang kurus, seratus jarum terasa menusukku. Aku mengoleskan sedikit saleb pada lukanya dan mebalut lukanya. "Apakah itu sakit?" Aku menanyakannya. "Tidak, tidak sakit. Kamu tahu, ketika saya bekerja di lokasi konstruksi, batu-batu berjatuhan pada kakiku setiap waktu. Bahkan itu tidak menghentikanku bekerja dan..." Ditengah kalimat itu ia berhenti. Aku membalikkan tubuhku memunggunginya, dan air mata mengalir deras turun ke wajahku. Tahun itu, adikku 23. Aku berusia 26.

Ketika aku menikah, aku tinggal di kota. Banyak kali suamiku dan aku mengundang orang tuaku untuk datang dan tinggal bersama kami, tetapi mereka tidak pernah mau. Mereka mengatakan, sekali meninggalkan dusun, mereka tidak akan tahu harus mengerjakan apa. Adikku tidak setuju juga, mengatakan, "Kak, jagalah mertuamu aja. Saya akan menjaga ibu dan ayah di sini."

Suamiku menjadi direktur pabriknya. Kami menginginkan adikku mendapatkan pekerjaan sebagai manajer pada departemen pemeliharaan. Tetapi adikku menolak tawaran tersebut. Ia bersikeras memulai bekerja sebagai pekerja reparasi. Suatu hari, adikku diatas sebuah tangga untuk memperbaiki sebuah kabel, ketika ia mendapat sengatan listrik, dan masuk rumah sakit. Suamiku dan aku pergi menjenguknya. Melihat gips putih pada kakinya, saya menggerutu, "Mengapa kamu menolak menjadi manajer? Manajer tidak akan pernah harus melakukan sesuatu yang berbahaya seperti ini. Lihat kamu sekarang, luka yang begitu serius. Mengapa kamu tidak mau mendengar kami sebelumnya?"

Dengan tampang yang serius pada wajahnya, ia membela keputusannya. "Pikirkan kakak ipar--ia baru saja jadi direktur, dan saya hampir tidak berpendidikan. Jika saya menjadi manajer seperti itu, berita seperti apa yang akan dikirimkan?"

Mata suamiku dipenuhi air mata, dan kemudian keluar kata-kataku yang sepatah-sepatah: "Tapi kamu kurang pendidikan juga karena aku!"

"Mengapa membicarakan masa lalu?" Adikku menggenggam tanganku. Tahun itu, ia berusia 26 dan aku 29.

Adikku kemudian berusia 30 ketika ia menikahi seorang gadis petani dari dusun itu. Dalam acara pernikahannya, pembawa acara perayaan itu bertanya kepadanya, "Siapa yang paling kamu hormati dan kasihi?" Tanpa bahkan berpikir ia menjawab, "Kakakku."

Ia melanjutkan dengan menceritakan kembali sebuah kisah yang bahkan tidak dapat kuingat. "Ketika saya pergi sekolah SD, ia berada pada dusun yang berbeda. Setiap hari kakakku dan saya berjalan selama dua jam untuk pergi ke sekolah dan pulang ke rumah.

Suatu hari, Saya kehilangan satu dari sarung tanganku. Kakakku memberikan satu dari kepunyaannya. Ia hanya memakai satu saja dan berjalan sejauh itu. Ketika kami tiba di rumah, tangannya begitu gemetaran karena cuaca yang begitu dingin sampai ia tidak dapat memegang sumpitnya. Sejak hari itu, saya bersumpah, selama saya masih hidup, saya akan menjaga kakakku dan baik kepadanya."

Tepuk tangan membanjiri ruangan itu. Semua tamu memalingkan perhatiannya kepadaku.

Kata-kata begitu susah kuucapkan keluar bibirku, "Dalam hidupku, orang yang paling aku berterima kasih adalah adikku." Dan dalam kesempatan yang paling berbahagia ini, di depan kerumunan perayaan ini, air mata bercucuran turun dari wajahku seperti sungai.

( Al Fath, Branch Manager RZI Yogyakarta )

* Betapa sebuah kebaikan menghasilkan begitu banyak kebaikan. Satu hal yang kita perbuat dengan ikhlas, maka Allah akan menggantinya dengan jauh yang lebih baik....Subhanallah *

Berpikir positif dan carilah hal-hal positif

Suatu hari, seoarang ayah mengajak putranya ke pedalaman hutan,
untuk memperlihatkan betapa kaya nya kita dan betapa miskin mereka.
Setelah berjalan2 di hutan, bertemu dengan salah satu keluarga di hutan, kemudian mereka bermalam disana.
Beberapa hari kemudian sang ayah bertanya pada anaknya,
" Wahai putraku, betulkan betapa beruntung dan kaya nya kita dibandingkan dengan mereka yang berada di hutan".
Sang anak menjawab "betul".
Si Ayah bertanya lagi, "Pelajaran apa yang kau dapatkan dari perjalanan kemarin ? ".
Si anak kemudian berkata "Ayah, kita memiliki 1 anjing dan mereka memiliki 4 ekor anjing, kita memiliki kolam ikan yang besar di belakang rumah, mereka memiliki sungai yang panjangnya tak terhingga, kita memiliki halaman dari belakang hingga ke depan mereka, sementara mereka memiliki horizon yang tak berbatas. Ayah, betapa miskin nya kita jika dibandingkan dengan mereka".

So, apapun keadaan kita, carilah hal - hal positif, karena sesungguhnya kita merasa begitu tidak beruntung karena negatif-nya pikiran kita.

* Hayu ah...kita positive thingking terus, biar selamanya jadi orang yang sukses dan beruntung.... ^_^ *

Monday, June 05, 2006

Indahnya Malam Pertama

Apa kabar sahabatku...??

Lama nian kita tak jumpa dan tak bertegur sapa
Saya yakin bukan karena kebencian diantara kita

Sayapun yakin bukan karena apa - apa...

Tapi rutinitas kesibukan yang tlah menjebak kita



Satu hal sebagai bahan renungan kita...

Tuk merenungkan indahnya malam pertama

Tapi bukan malam penuh kenikmatan duniawiah semata

Bukan malam pertama masuk ke peraduan Adam dan Hawa



Justeru malam pertama perkawinan kita dengan Sang Mauuut

Sebuah malam yang meninggalkan isak tangis sanak saudara

Hari itu...mempelai sangat dimanjakan
Mandipun...harus dimandikan
Seluruh badan kita terbuka....

Tak ada sehelai benangpun menutupinya..

Tak ada sedikitpun rasa malu...

Seluruh badan digosok dan dibersihkan

Kotoran dari lubang hidung dan anus dikeluarkan
Bahkan lubang - lubang itupun ditutupi kapas putih...

Itulah sosok kita....

Itulah jasad kita waktu itu



Setelah dimandikan...,

Kitapun kan dipakaikan gaun cantik berwarna putih
Kain itu ...jarang orang memakainya..

Karena bermerk sangat terkenal bernama Kafan
Wewangian ditaburkan ke baju kita...

Bagian kepala..,badan..., dan kaki diikatkan
Tataplah....tataplah...itulah wajah kita Keranda pelaminan...

langsung disiapkan Pengantin bersanding sendirian...



Mempelai di arak keliling kampung bertandukan tetangga
Menuju istana keabadian sebagai simbol asal usul kita

Diiringi langkah gontai seluruh keluarga
Serta rasa haru para handai taulan

Gamelan syahdu bersyairkan adzan dan
kalimah kudus Akad nikahnya bacaan talkin...

Berwalikan liang lahat..

Saksi - saksinya nisan-nisan..yang tlah tiba duluan
Siraman air mawar..pengantar akhir kerinduan



dan akhirnya.....

Tiba masa pengantin..

Menunggu dan ditinggal sendirian...

Tuk mempertanggungjawabkan seluruh langkah kehidupan



Malam pertama bersama KEKASIH..

Ditemani rayap - rayap dan cacing tanah

Di kamar bertilamkan tanah..

Dan ketika 7 langkah tlah pergi....

Kitapun kan ditanyai oleh sang Malaikat...

Kita tak tahu apakah akan memperoleh Nikmat Kubur...

Ataukah kita kan memperoleh Siksa Kubur.....

Kita tak tahu...dan tak seorangpun yang tahu....

Tapi anehnya kita tak pernah galau ketakutan....

Padahal nikmat atau siksa yang kan kita terima
Kita sungkan sekali meneteskan air mata...

Seolah barang berharga yang sangat mahal...



Dan Dia Kekasih itu..

Menetapkanmu ke syurga..

Atau melemparkan dirimu ke neraka..

Tentunya kita berharap menjadi ahli syurga...

Tapi....tapi ....sudah pantaskah sikap kita selama ini...

Untuk disebut sebagai ahli syurga ?????????



Sahabat...mohon maaf...jika malam itu aku tak menemanimu
Bukan aku tak setia...

Bukan aku berkhianat....

Tapi itulah komitmen azali tentang hidup dan kehidupan
Tapi percayalah...aku pasti kan mendo'akanmu...

Karena ...aku sungguh menyayangimu...

Rasa sayangku padamu lebih dari apa yang kau duga
Aku berdo'a...
semoga kau jadi ahli syurga. Amien



Sahabat....., jika ini adalah bacaan terakhirmu
Jika ini adalah renungan
peringatan dari Kekasihmu Ambillah hikmahnya.....

Tapi jika ini adalah salahku...maafkan aku....

Terlebih jika aku harus mendahuluimu....

Ikhlaskan dan maafkan seluruh khilafku

Yang pasti pernah menyakiti atau mengecewakanmu.....

kalau tulisan ini ada manfaatnya....

Silakan di print ou dan kau simpan sebagai renungan...

Siapa tahu ...suatu saat kau ingat padaku Dan...
aku tlah di alam lain....

Satu pintaku padamu...
Tolong do'akan aku....

* kiriman dari seorang teman *
* Mungkin sudah banyak orang yang pernah membacanya, tapi ga ada salahnya kalau dibaca lagi .... *

Friday, June 02, 2006

Gempa Yogya ga ada apa - apanya

"Wahai manusia!! Bertakwalah kepada Tuhanm; sungguh, GONCANGAN (hari) kiamat itu adalah suatu (kejadian) yang sangat besar. (Ingatlah) pada hari ketika kamu melihatnya (guncangan itu), semua perempuan yang menyusui anaknya akan lalai terhadap anak yang disusuinya, dan setipa perempuan yang hamil akan keguguran kandungannya, dan kamu melihat manusia dalam keadaan mabuk, tetepi azab Allah itu sangat keras." (Q. S 22: 1-2)

Ada cerita dari seorang Ustadz, yang ketika gempa itu terjadi sedang menginap di suatu hotel. Ketika guncangan itu terjadi orang2 berlarian dengan pakaian seadanya. Semua orang panik dan tidak lagi memikirkan apapun, hanya terpikir untuk menyelamatkan diri saja. Dan gempa yang HANYA 5,9 SR itu hanya terjadi di Yogja saja menimbulkan 6.200 korban, semua orang sudah begitu paniknya. Tapi itu semua belum seberapa....
Semuanya sangat mungkin menimpa kita, Bandung aman, tapi jika Allah sudah berkehendak, maka kita yang akan jadi bagian yang merasakan goncangan itu. Sekali lagi, itu belum seberapa ....

Ayat diatas telah menggambarkan, bahwa guncangan pada hari kiamat itu sangat sangat dahsyat. Dan guncangan itu terjadi di seluruh alam, ketika sudah tidak ada lagi tempat yang aman untuk berlindung. Saat itu, seorang ibu saja sampai lupa anaknya yang sedang disusuinya. Yang pasti guncangan itu lebih besar dari 5,9 SR, yang bisa membuat orang seperti orang mabuk. Subhanallah....

* Rabb, sungguh, janji-Mu itu pasti, dan hamba yakin, bahwa kiamat itu jauh lebih dahsyat dari yang hamba bayangkan ... : -( *

Dan apa yang harus kita lakukan ? hanya satu ... Bertakwalah kepada Allah. Agar pada saat hidup kita harus berakhir saat itu, kita sedang dalam keadaan mengingat Allah, bukan sedang lalai pada-Nya, apalagi sedang berbuat maksiat. Astagfirullah ....

Pikiran ini kembali melayang, ketika cerita mengenai syahidnya sahabat kami Pak Nugroho ( Ka. KCP Rumah Zakat Solo). Begitu semua orang yang melayat, sangat iri dengan akhir kehidupannya. Jenazah beliau dalam keadaan tersenyum, karena beliau memang wafat pada saat sedang mengemban amanah dakwah.

duhh, Rabb .... betapa ingin hamba menghembuskan nafas yang terakhir, ketika sedang berjuang di jalan-Mu, dan dalam keadaan sedang mengingat-MU. Rabb, berikan ke-istiqomahan hamba untuk terus di jalan ini, yaitu jalannya orang - orang yang Engkau cintai, dan telah Engkau janjikan syurga padanya. Sedih ... mengingat semua kelalaian yang sering aku lakukan, yang selalu luput mengingat-Nya ....

* In memorian, mengenang kembali Syahidnya sang Mujahid kami, Nugroho Prasetyo (walaupun aku tidak mengenalnya dekat), yang sampai akhir hayatnya masih memberikan banyak hikmah bagi kami, orang - orang yang ditinggalkan. Terimalah beliau di sisi-Mu, dan tempatkan beliau ditempat yang telah Engkau janjikan. Aminn. *